banner 1024x768

Masuk Karisma Event Nusantara, Lom Plai Diharapkan Bawa Dampak Positif

Muara Wahau – Penyelenggaraan pesta adat Lom Plai di Desa Nehas Liah Bing, Kecamatan Muara Wahau, (), telah menjadi legenda dan menjadi agenda tahunan yang diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara ke Kutai Timur (Kutim).

Siang Geah, anggota DPRD Kutim, merasa bersyukur dan memberikan apresiasi kepada pemerintah daerah yang telah menetapkan pesta budaya adat Lom Plai masuk dalam kalender kunjungan pariwisata tingkat nasional atau menjadi acara nusantara.

“Semoga pesta budaya adat Lom Plai dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, baik dalam hal kunjungan wisatawan yang pada akhirnya akan berkontribusi pada peningkatan ekonomi penduduk, terutama di Kecamatan Muara Wahau,” ucap Siang Geah, yang berasal dari Desa Nehas Liah Being.

Selain itu, sebagai anggota Komisi A DPRD Kutim, Siang Geah mengaku tidak menyangka bahwa tradisi pesta panen masyarakat suku Dayak Wehea ini mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah.

“Hingga saat ini, kami sebagai warga Wehea tidak mengetahui bagaimana tradisi kami (Lom Plai) dinilai sehingga masuk dalam agenda pariwisata nasional, karena kegiatan Lom Plai ini sudah berlangsung dan kami lakukan sejak lama,” ucap Siang Geah.

Dengan ditetapkannya Tradisi Lom Plai sebagai acara pariwisata tingkat nasional, ia berharap hal itu dapat menjadi motivasi bagi masyarakat, khususnya suku Dayak Wehea di Kecamatan Muara Wahau, untuk meningkatkan dan mengatasi kekurangan yang ada, baik dengan dukungan pemerintah maupun masyarakat itu sendiri.

Ledjie Taq, Kepala Suku Adat Dayak Wehea, juga membagikan sedikit sejarah Lom Plai. Dewi Padi atau Long Diang Yung dulunya adalah seorang putri cantik dari Ratu Dayak Wehea, Diang Yung. Putri tersebut sengaja dikorbankan dengan cara dipenggal untuk menyelamatkan rakyatnya dari kelaparan akibat kemarau yang berkepanjangan.

Kisah tersebut telah menjadi legenda, dan oleh karena itu, setiap tahun setelah panen, masyarakat Dayak Wehea selalu mengadakan Lom Plai sebagai perayaan untuk mengenang pengorbanan Putri Long Diang Yung. Masyarakat Dayak Wehea percaya bahwa pengorbanannya membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi semua manusia.

Menurut Ledjie, dalam menentukan tanggal pelaksanaan perayaan Lom Plai, kepala adat dan para tetua adat secara bersama-sama mengamati posisi bulan di langit. Menurut kepercayaan masyarakat Wehea, terdapat dua jenis bulan umum di dunia.

“Terdapat tiga jenis bulan, yaitu bulan berkah atau yang kami sebut bulan baik, bulan malang, dan bulan sial. Dalam pen

entuan tanggal, kami memilih bulan baik agar kehidupan kita menjadi lebih baik dan hasil panen juga menjadi lebih baik,” ungkapnya.

Ledjie menambahkan bahwa dalam perayaan Lom Plai, ada beberapa kegiatan yang wajib dilakukan oleh masyarakat adat Dayak Wehea, seperti memasak pluq (lemang) di pagi hari, dilanjutkan dengan Naq Jengea, Seksiang (perang-perangan di sungai), dan Plaq Sai (lomba perahu) di pagi hari.

“Sebelum menari Hudoq (makhluk dari kayangan) untuk menjaga tanaman padi agar tetap subur pada musim berikutnya, setiap tamu yang datang wajib menikmati sajian dari tuan rumah seperti makanan lemang,” ucapnya.

Ledjie berharap bahwa pemerintah dapat lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat adat Wehea. Saat ini, masyarakat memiliki program yang besar, yaitu melestarikan budaya dan melindungi Hutan Lindung Wehea.

“Saat ini, perayaan Lom Plai telah dikenal secara internasional. Banyak wisatawan, termasuk turis asing, yang datang setiap tahun. Jumlah wisatawan lokal juga meningkat,” pungkasnya.(hu02)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *