Pemkab Kutim Usulkan 10 MHA ke Gubernur Kaltim

MUARA WAHAU – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) hingga saat ini telah mengusulkan 10 Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang ada kepada Gubernur Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan secara resmi dari negara.

Pernyataan ini disampaikan Bupati Ardiansyah Sulaiman sebagai tanggapan terhadap usulan Ketua Masyarakat Dayak Wehea, Ledjie Taq, pada acara puncak pesta adat dan budaya Wehea, Lom Plai di Desa Nehas Liah Bing, Kecamatan Muara Wahau, Sabtu (20/4/2023).

“Bahwa 10 MHA itu telah diverifikasi oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMDes) dan telah diajukan ke provinsi (Kaltim). Diharapkan, jika semua berkas administrasi lengkap, dalam tahun ini sudah selesai. Mengapa ini penting? Karena hukum adat itu lahir dan tumbuh kembang di tengah-tengah masyarakat, sebagai pedoman bagi masyarakat setempat. Hukum adat inilah yang mengatur secara spesifik kebiasaan-kebiasaan, termasuk ritual keagamaan yang berlaku di tengah komunitas tersebut,” jelas Ardiansyah.

Lebih lanjut, Ardiansyah menegaskan bahwa secara “de facto” sejak Oktober 2015, pesta adat Lomplai masyarakat adat Dayak Wehea telah diakui oleh UNESCO, lembaga PBB yang mengurus bidang pendidikan dan kebudayaan, sebagai warisan dunia tak benda. Sebelumnya, pada tahun 2006, Pemkab Kutim telah menetapkan Desa Nehas Liah Bing sebagai Desa Budaya dan Konservasi.

“Dengan adanya pengakuan resmi dari negara, masyarakat adat dapat mempertahankan tradisi dan memastikan keberlanjutan dalam mengelola sumber daya yang berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat setempat,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *