Perkuat Perlindungan Perempuan dan Anak, DP3A Kutim Gelar Rapat Koordinasi

SANGATTA – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) kembali menegaskan komitmennya dalam memperkuat perlindungan terhadap perempuan dan anak melalui koordinasi lintas instansi. Hal tersebut menjadi fokus utama dalam Rapat Koordinasi yang digelar Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) di Ruang Arau, Kamis (27/11/2025). Forum ini mempertemukan seluruh pemangku kepentingan guna memastikan penanganan kasus berjalan terpadu serta tepat sasaran.

Kegiatan tersebut menghadirkan Bappeda, Dinas Sosial, Disdukcapil, Distransnaker, Satpol PP, Kesbangpol, dan perwakilan instansi vertikal seperti Polres Kutim, Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Kemenag, hingga BAZNAS. Kolaborasi multisektor ini dinilai sangat penting karena isu kekerasan terhadap perempuan dan anak memiliki kompleksitas yang melibatkan aspek hukum, sosial, hingga pemenuhan hak korban.

Kepala DP3A Kutim Idham Cholid menegaskan Rakor menjadi ruang penyatuan langkah antara pemangku kepentingan, agar penanganan kasus tidak berjalan sendiri-sendiri dan tidak saling tumpang tindih. “Tujuan utama adalah mensinkronisasi dan mengakselerasi program yang berkaitan dengan DPPPA, sehingga penanganan kasus bisa sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing,” ujar Idham didampingi Plt Kabid Perlindungan Khusus Anak, Sukmawati.

Ia juga memaparkan situasi kasus kekerasan perempuan dan anak sepanjang 2025. Sangatta Utara masih menjadi wilayah dengan laporan tertinggi mencapai 7 kasus, disusul Sangatta Selatan dengan 6 kasus, serta Muara Wahau 5 kasus. Secara keseluruhan, terdapat 40 laporan sepanjang tahun, turun dibanding 45 kasus pada 2024. Namun Idham menilai penurunan angka tidak boleh dianggap sebagai kondisi aman.

“Kadang ada warga yang tidak mau melapor. Padahal kalau semua melapor, datanya tentu lebih besar,” jelasnya.

Di sisi lain, DP3A juga menghadapi tantangan minimnya dukungan anggaran untuk penguatan layanan, terutama pada dua bidang yang tidak termasuk mandatory spending, yaitu Perlindungan Khusus Anak dan Perlindungan Perempuan. Idham menyebut pihaknya harus menjalin lebih banyak kolaborasi untuk memastikan layanan tetap berjalan. “Kami bergantung pada kolaborasi lembaga dan perusahaan. Kalau mengandalkan APBD, sangat kurang,” tegasnya.

Melalui Rakor ini, pemerintah berharap adanya peningkatan koordinasi dan respons cepat terhadap setiap laporan agar perempuan dan anak di Kutim benar-benar terlindungi serta mendapatkan pemulihan yang layak. (ADV)