BERAU, HARIANUTAMA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Berau menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait rencana penutupan (closing project) PT Lentana Multi Mineral (LMM), subkontraktor PT Kaltim Jaya Bara (KJB), yang berpotensi mengakibatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal secara sepihak kepada para karyawannya.
Rapat yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Berau, Dedy Okto Nooryanto, dihadiri jajaran anggota DPRD lainnya, perwakilan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Berau, Perhimpunan Buruh Berau Bersatu Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (PBBB-KASBI), pihak KJB, serta para pekerja PT LMM.
“Masalah gaji, lembur, tunjangan dan lain sebagainya merupakan hak-hak para buruh harus dibayarkan semuanya. Kami minta PT LMM bertanggung jawab atas kewajiban tersebut,” tegas Dedy, Selasa (20/05/2025).
Selain itu, ia juga menambahkan PT KJB agar saat menunjuk subkontraktor baru, buruh yang terdampak PHK bisa diprioritaskan kembali untuk dipekerjakan.
“Kami harap subkon baru bisa mengakomodir para buruh yang kehilangan pekerjaan. Jangan sampai mereka terlantar dan semakin banyak pengangguran,” tambahnya.
Anggota DPRD lainnya, Rudi Parasian Mangungsong, menyangkal bahwa PT LMM sedang pailit. Ia membandingkan kasus ini dengan PT Sritex (perusahaan garmen asal Jawa) yang mem-PHK para karyawannya serta memalsukan kebangkrutan mereka demi menghindari kerugian berlebih.
“Kalau saya lihat kasus ini seperti PT Sritex yang pura-pura bangkrut untuk menghindari kerugian,” ujarnya.
Dedy turut menyoroti kondisi finansial PT LMM yang dikabarkan mengundurkan diri akibat tidak sanggup menjalankan kontrak kerja dengan PT KJB. Ia menilai persoalan ini harus menjadi pelajaran bagi subkontraktor lain agar lebih tertib dalam manajemen keuangan.
“Jangan sampai kejadian seperti ini terulang. Kasihan buruh-buruh kita. Setelah di-PHK, peluang kerja mereka semakin sempit, apalagi jika faktor usia sudah menjadi pertimbangan,” ujarnya.
Dalam rapat tersebut, para buruh menyampaikan 12 poin tuntutan kepada PT LMM, antara lain:
- PT LMM (anak perusahaan PT KJB) berencana melakukan closing project pada 26 Mei 2025, dengan Direktur Utama Bapak Bungai Ongo yang juga menjabat sebagai Direktur di PT KJB.
- Tidak ada komunikasi dengan Serikat Pekerja sebelum rencana penutupan, dan karyawan tidak mengetahui alasan penutupan.
- Karyawan menduga adanya praktik union busting (pembubaran serikat buruh), karena perusahaan tidak melaksanakan hasil Nota Pemeriksaan Khusus dari Disnakertrans Provinsi Kalimantan Timur.
- Menurut pengamatan pekerja, kondisi operasional perusahaan masih stabil dan normal, sehingga keputusan closing project dianggap tidak beralasan.
- Ada dugaan tax fraud (manipulasi administrasi) untuk mendapatkan amnesti pajak.
- Pekerja mempertanyakan alasan kerugian perusahaan, sementara mereka bekerja lebih dari 40 jam seminggu (13 hari kerja, 1 hari off) tanpa pembayaran upah lembur.
- PT LMM hanya melaporkan UMSK (bukan upah keseluruhan) untuk iuran BPJS Ketenagakerjaan, merugikan BPJS dan pekerja.
- Penutupan akan berdampak pada PHK dan meningkatkan pengangguran di Kabupaten Berau.
- Pekerja mengkhawatirkan masalah tempat tinggal pasca-PHK karena biaya hidup tinggi di Kabupaten Berau.
- Surat penolakan dan permintaan perundingan bipartit terkait closing project tidak ditanggapi perusahaan.
- Permintaan perundingan bipartit mengenai upah lembur dan iuran BPJS juga belum direspon.
- Pekerja menilai Peraturan Bupati (Perbub) sudah baik, namun implementasinya oleh Disnaker Trans Kabupaten Berau dipertanyakan.
Ketua Umum KASBI, Rachmat Aditya, bersama para buruh menuntut perusahaan agar tidak semena-mena dalam memutuskan kontrak kepada para pekerjanya. Ia juga meminta pemerintah untuk memeriksa kondisi perusahaan jika benar kondisinya sedang pailit.
“Ya harapannya sih dari atensi Dewan ataupun Pemerintahan Perwakilan dan Registrasi bisa ikut terlibat ataupun mengawasi langsung terkait permasalahan prosek-prosek ini apakah sudah benar sesuai aturan atau ada dugaan-dugaan yang kemungkinan kita duga adalah sebagai bentuk memanipulasi bahwa perusahaan rugi tetapi pada dasarnya bisa tidak merugi,” ungkapnya.
“Banyak ingin mendapatkan sebuah keringanan ataupun kebijakan untuk pengurangan tajam. Itu yang kami khawatirkan,” tambahnya.
Kepala Disnakertrans Berau, Zulkifli Azhari, menyebut dari total 114 buruh yang akan di-PHK, sekitar 30 orang di antaranya menolak keputusan tersebut. Ia berharap proses penyelesaian hubungan industrial ini dapat berjalan secara harmonis.
“Terkait klaim pailit perusahaan, seharusnya ada audit eksternal atau internal sebagai pembuktian. Namun ini bisa diselesaikan melalui jalur normatif dengan melibatkan pengawas ketenagakerjaan,” jelas Zulkifli. (Irfan/Rdk/Adv)