Sangatta – Peran pemerintah kabupaten cukup penting dalam upaya prevalensi angka stunting (tengkes), khususnya di Kabupaten Kutai Timur (Kutim).
Wakil Bupati sekaligus Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kutim, Kasmidi Bulang menyampaikan pada 2024, angka tengkes di Kutim mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya yaitu mencapai 16,4 persen di Bulan Februari berdasarkan data rill Dinas Kesehatan (Dinkes) Kutim.
“Kita saat ini mengalami penurunan angka prevalensi stunting, dimana pada 2023 lalu adalah 17,4 persen. Namun, pada 2024 ini mengalami penurunan hingga mencapai 16,4 persen pada Februari. Hal ini berhubungan erat dengan pencapaian target Nasional yaitu sebesar 14 persen,” ungkapnya.
Lanjutnya, hal penting yang harus diperhatikan adalah kualitas data. Perbaikan data stunting yang akan menjadi rujukan untuk perencanaan dan monitoring serta evaluasi intervensi. Sehingga, dibutuhkan validasi dan akurasi data untuk mencapai angka standar yang telah ditetapkan.
“Keakuratan data, petugas yang memiliki kapasitas dan terlatih serta prosedur pendataan agar dipenuhi untuk dapat dikelola. Saya juga meminta tingkat desa atau kelurahan, petugas gizi puskesmas secara bersama dapat melakukan penelusuran, penemuan bayi dan balita yang berpotensi stunting,” pungkasnya.
Selain itu, ia juga menginstruksikan kepada seluruh camat agar dapat memfasilitasi dan mengkoordinir desa dan kelurahan. Serta dapat memastikan pengalokasian kegiatan penurunan dan pencegahan angka stunting dapat tepat sasaran melalui dana desa atau dana yang dikelolah oleh kelurahan.
“Stakeholder harus mengambil peran untuk bekerja sama melakukan percepatan penurunan stunting di Kutim. Karena sangat dibutuhkan kolaborasi dan intervensi. Baik sektor Kesehatan maupun non Kesehatan untuk keberhasilan penurunan angka stunting,” imbuhnya.
Sementara, Kepala BKKBN Kaltim, Sunarto menambahkan intervensi Pemerintah Indonesia terbagi menjadi dua yaitu Intervensi Gizi Spesifik dan Intervensi Gizi Sensitif. Sedangkan, untuk BKKBN Kaltim mengambil peran sebagai pelaksana tugas pemberdayaan keluarga (intervensi sensitif), dimana menangani Promosi, Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) bagi pengasuh pada priode 1000 Hari Pertama Kehidupan sejak saat kehamilan hingga anak berusia 2 tahun.
“Pemberdayaan keluarga terhadap pengasuh yang benar dalam 1000 hari Pertama Kehidupan, diharap dapat meningkatkan kemampuan keluarga akan sadar gizi dengan menerapkan gizi seimbang dan memberikan stimulasi yang tepat agar tumbuh kembang anak optimal,” jelasnya. (*/A)