Sangatta – Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kutai Timur, Kari Palimbong, menyampaikan Pemandangan Umum Fraksi terhadap Nota Keuangan Rancangan APBD Tahun Anggaran 2026 pada Rapat Paripurna. Dalam penyampaiannya, ia menekankan perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam siklus fiskal daerah agar anggaran dapat menjawab kebutuhan pembangunan masyarakat.
Kari menyoroti adanya perbedaan mencolok antara proyeksi awal dalam nota pengantar sebesar Rp 4,86 triliun dengan angka final yang disepakati Rp 5,73 triliun. Menurutnya, perubahan signifikan tersebut memerlukan justifikasi ekonomi yang kuat. “Proses yang terburu-buru, tanpa data memadai disajikan saat finalisasi, dapat menimbulkan risiko bias kebijakan dan berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan publik,” ujar Kari.
Ia juga menekankan perlunya peningkatan kemandirian fiskal daerah. Berdasarkan dokumen, pendapatan daerah Kutim sebesar Rp 5,736 triliun masih bergantung 90,86 persen pada dana transfer pusat. “Ini menunjukkan adanya fiscal gap yang ekstrem sehingga perlu strategi diversifikasi sumber pendapatan,” tegasnya.
Dalam aspek belanja, Golkar mencermati total belanja daerah mencapai Rp 5,711 triliun, terdiri dari belanja operasi Rp 3,376 triliun dan belanja modal Rp 1,381 triliun. Kari menilai belanja operasi harus menjamin output nyata terhadap pelayanan publik dan peningkatan kualitas SDM. Jika justru mendominasi tanpa hasil berarti, belanja ini dapat menggerus efektivitas belanja modal yang menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi.
Kari juga mengkritisi penggunaan skema Kontrak Tahun Jamak (Multiyears Contract) yang belum memiliki dasar hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) serta tidak disertai rincian proyek dan analisis kelayakan. Ia mengingatkan bahwa kondisi tersebut berpotensi menimbulkan risiko hukum dan mengganggu integritas tata kelola anggaran.
Lebih jauh, ia menekankan pentingnya menjaga integritas rapat dewan. Kari menyebut adanya laporan pencatatan kehadiran fiktif terhadap salah satu anggota fraksi Golkar pada rapat sebelumnya. Ia menilai hal itu sebagai pelanggaran etika yang harus ditindak untuk menjaga marwah lembaga.
Kari berharap Pemerintah Kutim memperbaiki data dan perencanaan teknis agar pembahasan RAPBD 2026 pada tahap selanjutnya bisa berjalan lebih obyektif, akurat, dan sesuai peraturan perundang-undangan.(Adv/hu02)













