SANGATTA – Upaya Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan (DTPHP) Kabupaten Kutai Timur dalam mempromosikan penggunaan pupuk organik sangat penting, terutama untuk tanaman yang tidak dapat mengakses subsidi pupuk non-subsidi. Kotoran sapi dan urinenya telah menjadi bahan utama dalam pembuatan pupuk organik, diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik bagi tanaman seperti sayur-mayur.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala DTPH Kutim, Dyah Ratnaningrum, pada Kamis (19/10/2023). Ia menjelaskan bahwa dalam uji coba, pupuk organik dari kotoran sapi dan urinenya telah memberikan hasil yang lebih baik.
“Seperti tanaman sayur mayur dan lainnya tidak bisa mengakses pupuk subsidi, oleh karenaa itu kami lagi giat untuk membuat pupuk organik dari kotoran sapi dan urinenya sapi,” terangnya.
Menurut Dyah, tanaman yang menggunakan pupuk organik dari kotoran sapi dan urinenya menghasilkan produk yang lebih baik. Pihaknya telah melakukan uji coba pupuk organik pada tanaman bawang merah seluas 2 hektar di Kecamatan Sangatta Utara. Hasil panen bawang merah dengan pupuk organik dan non-organik menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Melihat perbedaan tersebut, DTPHP Kutim berusaha untuk meningkatkan produksi dan penggunaan pupuk organik pada tanaman petani. Selain memberikan hasil yang lebih baik dengan warna yang lebih cerah, pupuk organik juga dianggap sebagai alternatif yang lebih terjangkau dan berkelanjutan bagi para petani.
“Yang menggunakan pupuk organik itu warnanya bisa bagus, merahnya itu bagus, kalau yang tidak pakai pupuk organik itu warnanya lebih pucat,” pungkasnya.
Pendekatan ini akan memberikan manfaat ganda, bukan hanya bagi tanaman dan hasil panen yang lebih baik tetapi juga secara keseluruhan membantu petani dalam menjaga keseimbangan lingkungan serta membuat penggunaan pupuk lebih efisien. (hu02)