Ketua DPRD Kutim: Rencana Pemasangan Jaringan Gas Masih Belum Realistis

Sangatta – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Jimmi, menanggapi rencana pengadaan jaringan gas (jargas) di wilayah Kutim. Menurutnya, rencana tersebut masih belum realistis untuk direalisasikan dalam waktu dekat karena keterbatasan infrastruktur pendukung yang ada.

“Kalau kuotanya lebih dari yang dibutuhkan Bontang, kenapa kita tidak memanfaatkannya. Namun, karena kita tidak memiliki jaringan yang siap, ini sulit untuk diusulkan,” ujar Jimmi, Kamis (31/10/2024).

Jimmi menegaskan, pemasangan jargas baru bisa terwujud apabila ada investor yang bersedia membangun stasiun besar untuk mendukung jaringan gas di Kutim. Namun, ia mengungkapkan keraguannya terkait potensi ketertarikan investor, mengingat kondisi infrastruktur di Kutim yang masih belum stabil.

“Investor pasti memperhatikan kondisi infrastruktur kita. Kalau infrastruktur masih tidak stabil, tentu mereka akan berpikir dua kali,” jelasnya.

Jimmi juga membandingkan kesiapan Kutim dengan Bontang, yang sudah memiliki infrastruktur matang untuk mendukung distribusi jaringan gas.

“Di Bontang hampir tidak ada perbaikan yang mengganggu seperti pembongkaran drainase atau jalan. Sementara di sini, masih banyak infrastruktur yang belum sempurna,” tambahnya.

Lebih lanjut, Jimmi menyebut bahwa rencana pemasangan jargas belum menjadi prioritas dalam dokumen perencanaan daerah, seperti Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) maupun Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).

Meski demikian, ia menyarankan agar wacana ini mulai dipertimbangkan untuk wilayah-wilayah tertentu yang memiliki infrastruktur lebih siap, seperti perumahan KPC dan Munthe, sebagai proyek percontohan.

“Usulan ini mungkin bisa dipertimbangkan untuk dibahas dalam RPJPD November tahun ini,” ujarnya.

Jimmi menegaskan bahwa Kutim harus terlebih dahulu mempersiapkan infrastruktur dasar yang stabil sebelum memulai proyek pemasangan jargas. Ia tidak ingin proyek ini menjadi beban tambahan apabila dilakukan tanpa perencanaan yang matang.

“Kita tidak ingin infrastruktur yang belum siap malah menjadi masalah baru,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *