Sangatta – Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kutai Timur mengungkap tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada tahun 2022 mencapai 6,48 persen. Dalam konteks jumlah penduduk Kutai Timur yang kini mencapai sekitar 400 ribu jiwa, angka ini mengindikasikan sekitar 24 ribu orang yang belum terserap dalam dunia kerja.
Bupati Kutai Timur, Ardiansyah Sulaiman, menyoroti perlunya analisis mendalam terkait usia dan lokasi para pengangguran. “Angka tersebut masih tinggi, namun perlu dibreakdown terkait usia dan distribusi geografisnya,” ungkapnya pada Rabu (8/11/2023).
Bupati juga menegaskan bahwa masalah pengangguran bukan hanya di Kutai Timur tetapi juga merambah ke Provinsi Kalimantan Timur secara keseluruhan, termasuk pendatang yang mencari pekerjaan di Kutai Timur.
“Penduduk yang masih berstatus pelajar atau lulusan sekolah menengah dan perguruan tinggi yang mencari pekerjaan juga termasuk dalam data pengangguran,” tambahnya.
Sudirman Latif, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kutai Timur, menyoroti tiga faktor yang dapat menjadi penyebab tingginya angka pengangguran. Salah satunya adalah pengurangan karyawan PT Thiess sekitar 2 ribu orang karena habisnya kontrak di site KPC.
“Ada tiga indikator besar yang menjadi penyebab angka pengangguran di Kutai Timur. Pertama, kehadiran proyek-proyek besar yang menarik penduduk dari luar masuk ke wilayah ini,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti isu terkait Ibu Kota Nusantara (IKN), yang memicu kedatangan masyarakat dari luar ke Kutai Timur.
Sudirman Latif juga menekankan bahwa akreditasi tiga perguruan tinggi, STAIS, STIE, dan Stiper, menjadi salah satu pemicu peningkatan angka pengangguran.
Menurutnya, akreditasi tiga perguruan tinggi ini menjadi pemicu banyak orang yang ingin kuliah di Sangatta. Mereka yang jauh dari tempat tersebut ingin mengambil kesempatan untuk kuliah sambil bekerja di sini, sehingga secara otomatis mendaftarkan diri sebagai pencari kerja. (hu02)