TANJUNG REDEB, Harian Utama – Pasca diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 tahun 2021 perihal Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 tahun 2022 tentang Bangun Gedung, proses Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan sendirinya terhapus.
Kemudian diganti dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Kepala Bidang Pembangunan Permukiman Penataan Bangunan dan Jasa Konstruksi, DPUPR Berau, Jimmy Arwi Siregar mengatakan istilah perizinan PBG diakui belum terlalu dikenal luas masyarakat Berau. Karena itu perlu dilakukan sosialisasi terkait proses perizinan tersebut.
Jimmy juga ini harus ada sosialisasi kepada masyarakat berau agar kesamaan pemahaman dan pengetahuan terkait proses perizinan yang baru berlaku tersebut. Sebab, terdapat perbedaan antara IMB dan PBG. Proses perizinan PBG memang agak jauh lebih rumit dan kompleks. Kemudian proses perizinannya tidak lagi melalui DPMPTSP melainkan melalui sistem yang namanya SIMBG.
Sistem tersebut juga melibatkan Kementerian PUPR dengan PU kabupaten selaku kesekretariatan.”Kalau IMB dulu, dokumen itu diserahkan pemohon kepada DPMPTSP kemudian PU sebagai bagian dari tim akan mengecek saja.
Bila terdapat ketidaksesuaian maka akan dikembalikan ke pemohon,” ungkap jimy.
Untuk prosesnya berbeda dengam IMB, Nanti pemohon akan proses lalu dikirim lagi. Jadi, tidak ada tatap muka antara tim teknis dan si pemohon. Selain itu bangunan yang dibangun pun sesuai dengan keinginan pemohon.
Namun, sekarang semua proses perizinan harus mengacu pada PP tersebut. Setiap perizinan yang dilakukan, mesti memiliki pengkaji teknis dan konsultan baik perorangan maupun badan usaha. Kalaupun dilakukan secara perorangan maka mesti ada sertifikasinya.
“Nah di dalam pengajuan permohonan itu sudah harus diisi siapa nanti pengaju teknisnya. Apakah badan usaha atau atas nama perorangan. Itu harus disampaikan. Kalau tidak disampaikan, maka kami tidak akan bisa proses ke tahap konsultasi,” tuturnya.
Jimmy juga menjelaskan bahwa PBG itu walaupun kompleks dan rumit, dimaksudkan untuk memberi rasa aman dan nyaman bagi penghuninya. Sebab segala dampak yang ditimbulkan dari sebuah bangunan yang didirikan juga dilihat termasuk dampak lingkungan sekitarnya.
“Jadi PBG itu persetujuan mendirikan bangunan sesuai dokumen yang diajukan. Dokumen tersebut memuat juga struktur dan dena bangunan. Jika semua pengajuan sesuai ketentuan PP, baru bangunan didirikan. Setelah bangunan dididiran baru masuk ke tahapan Sertifikasi Layak Fungsi (SLF),” tandasnya.( adv/KT/*)