HarianUtama.com Sangatta – Kunjungan lapangan Panitia Khusus (Pansus) Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Kutai Timur (Kutim) 2023 terhadap proyek multi years pembangunan Pelabuhan Kenyamukan di Sangatta mengungkap progres yang menjanjikan. Dipimpin oleh Ketua Pansus, Hepnie Armansyah, anggota DPRD Kutim memantau perkembangan fisik proyek tersebut. Progres pembangunan telah mencapai 44 persen, menurut pernyataan resmi dari Pansus LKPJ Bupati Kutai Timur.
Menurut Hepnie Armansyah, proyek pembangunan Pelabuhan Kenyamukan telah mencapai progres sebesar 44 persen hingga saat ini. Meskipun demikian, terdapat tantangan terkait realisasi anggaran yang belum optimal pada tahun anggaran sebelumnya (2023). Hanya sekitar 15 persen dari total anggaran senilai Rp 70 miliar yang berhasil terserap, meninggalkan sisa dana sebesar Rp 45 miliar yang harus dialokasikan dalam tahun 2024 ini.
“Tahun ini ditarget selesai, cuman permasalahannya lambat di mulai, sehingga dana yang terealisasi untuk pembangunan pelabuhan dari nilai yang dianggarkan tahun 2023 lalu, senilai kurang lebih Rp 70 miliar, hanya sekitar 15 persen yang terealisasi. Sehingga ada sisa anggaran tahun 2023 kurang lebih senilai Rp 45 miliar. Sehingga untuk tahun 2024 ini hanya ada sekitar Rp 50 miliar yang harus dipergunakan untuk menyelesaikan proyek tersebut,” kata Hepnie Armansyah.
Hepnie Armansyah menyatakan apresiasi terhadap kinerja kontraktor pelaksana proyek, namun menyoroti kendala yang dihadapi terkait alokasi anggaran. Meskipun hanya tersedia dana sebesar Rp 50 miliar pada tahun ini, Pansus LKPJ Bupati Kutim memproyeksikan bahwa pembangunan pelabuhan dapat diselesaikan sesuai dengan kemajuan anggaran yang tersedia.
“Sementara di tahun pertama anggaran keseluruhannya tidak terserap semua karena beberapa hal, seperti tender dan berbagai hal lainnya, sehingga memunculkan silpa. Sementara untuk tahun ini hanya dianggarkan Rp 50 miliar, jika dikatakan akan selesai 100 persen tidak, namun jika sesuai anggaran mungkin ia,” terangnya.
Perjanjian antara Pemerintah dan DPRD Kutim yang mencatat alokasi anggaran sebesar Rp 70 miliar untuk tahun pertama dan Rp 50 miliar untuk tahun kedua menjadi dasar penentuan anggaran. Namun, penundaan awal pelaksanaan proyek menyebabkan realisasi dana yang tidak optimal pada tahun pertama.
Hepnie Armansyah menekankan pentingnya keterlibatan DPRD Kutim dalam pengawasan dan pengelolaan anggaran untuk proyek-proyek besar, mengingat keterikatan proyek multi years dengan kesepakatan antara pemerintah dan DPRD.
“Kalau 100 persen berdasarkan aturan, agak terbilang sulit lantaran pembangunan multi years terikat dengan nota kesepakatan antara Pemerintah dan DPRD Kutim yang ditandatangani tahun 2022 lalu,” jelasnya.
Dengan demikian, harapan terletak pada sinergi antara pemerintah daerah dan DPRD Kutim dalam menyelesaikan proyek ini sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan dan memastikan penggunaan anggaran yang optimal demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.(*/A)