SANGATTA – Organisasi kesehatan di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) telah menuntut pemerintah untuk membatalkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law tentang kesehatan.
Pada tanggal 8 Juni 2023, lima organisasi profesi kesehatan di Kutim, yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), menyampaikan penolakan mereka melalui Komisi D DPRD Kabupaten Kutim.
Mereka menuntut agar pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) segera membatalkan pengesahan Omnibus Law tersebut dan mempertahankan Undang-Undang yang sudah ada, yaitu UU 38 tahun 2004 tentang kesehatan.
Pada hari Senin, 12 Juni 2023, DPRD Kutim menerima tuntutan dari kelima organisasi profesi kesehatan tersebut dan mengirim perwakilan mereka ke DPR RI di Senayan, Jakarta, untuk menyampaikan suara tenaga kesehatan Kutim dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU).
Rombongan anggota DPRD Kutim yang tergabung dalam Komisi D yang bertanggung jawab atas Kesejahteraan Rakyat, termasuk kesehatan, dipimpin oleh Yan dari Partai Gerindra. Mereka didampingi oleh Ramadhani dari PPP, M. Amin dari Partai Demokrat, dan satu-satunya anggota dewan yang berprofesi sebagai dokter, yaitu dr. Novel Tyty Paembonan.
Ketua Komisi D DPRD Kutim, Yan, menyatakan bahwa tenaga kesehatan yang terdiri dari bidan, perawat, dan apoteker di Kutim sepakat untuk menolak RUU Omnibus Law tentang kesehatan tersebut.
“Menurut penjelasan perwakilan DPR RI yang menerima kunjungan kami, ternyata RUU Omnibus Law tentang kesehatan itu ternyata sudah 80% telah dibahas. Jadi mungkin apa yang disampaikan IDI Kutim, itu akan menjadi masukan bagi DPR RI untuk mengevaluasi hal-hal yang memang sudah dituangkan secara rinci oleh IDI, khususnya yang ada di Kutim terhadap pasal-pasal yang mereka tidak sepakat walaupun kemungkinan itu kecil sekali untuk mereka batalkan,” Kata Yan.
Setidaknya kata Yan, ini untuk mengakomodir masukan-masukan baru yang nanti dapat menjadi evaluasi terkait dengan hal-hal yang memang menjadi pertimbangan didalam menerapkan Undang-Undangan Omnibus Law tentang kesehatan.
“Yang sangat dipersoalkan oleh nakes salah satunya adalah terkait dengan dokter-dokter asing yang diakomodir, namun masih belum jelas apakah dibatasi hanya dokter spesialis yang memang kita tidak punya yang diakomodir. Dan ternyata di Indonesia banyak sekali kekurangan tenaga terutama tenaga dokter-dokter spesialis, sehingga sangat menghambat dan mempersulit untuk penanganan kesehatan. Meskipun sudah membangun rumah sakit, jika dokternya tidak ada kan tidak bisa berjalan dengan maksimal,” ungkapnya.
Diungkapkannya lagi bahwa sekarang rumah sakit besar yang ada di Jakarta untuk setiap harinya antriannya bisa mencapai ribuan karena kurangnya tenaga ahli kesehatan. “Hal ini menjadi dilema jika kita tidak membuat semacam aturan yang mengakomodir atau membuat ikatan dinas yang tertuang dalam aturan, itu akan sangat sulit,” pungkasnya.
Sementara itu, dr. Novel Tyty Paembonan juga menyampaikan bahwa beberapa waktu yang lalu, Komisi D DPRD Kutim bertemu dengan salah satu anggota Panja RUU Omnibus Law tentang kesehatan di DPR RI.
“Dalam tuntutan itu mereka meminta untuk dilakukan penundaan atau di stop pembahasan RUU Omnibus Law tentang kesehatan. Dan salah satu anggota komisi IX di Fraksi Partai Grindra itu adalah anggota Panja rancangan Undang-Undang itu yakni drg Putih Sari,” ungkap dr. Novel.(hu02)