SANGATTA – Penyebaran HIV/AIDS di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menjadi perhatian serius bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim. Melihat tingginya potensi penyebaran penyakit ini, DPRD Kutim telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait HIV/AIDS. Pansus tersebut dipimpin oleh Novel Tyty Paemboman, seorang politisi dari Partai Gerindra yang juga memiliki latar belakang sebagai dokter.
Novel Tyty Paemboman menegaskan bahwa Raperda ini bertujuan untuk mencegah dan mengatasi penyebaran HIV/AIDS di Kutim melalui langkah-langkah yang cepat dan efektif. Salah satu pendekatan yang akan diambil adalah dengan melakukan pemetaan terhadap sumber-sumber penyebaran HIV/AIDS dan memberikan edukasi kepada masyarakat di lokasi-lokasi yang dianggap berisiko tinggi.
“Upaya paling cepat dalam menghentikan penularan HIV/AIDS adalah dengan turun langsung ke lapangan. Kita perlu memetakan sumber-sumber potensi penyebarannya dan kemudian mendatangi tempat-tempat tersebut,” ujar Novel Tyty kepada media.
Dalam penjelasannya, Novel menyebutkan bahwa lokasi yang berpotensi menjadi pintu masuk penyakit ini, seperti tempat hiburan malam (THM), harus mendapatkan pengawasan ketat. Selain itu, individu yang terlibat di dalamnya perlu diberikan informasi mengenai bahaya HIV/AIDS, cara pencegahan, serta langkah-langkah pengobatan yang tersedia. Edukasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran mereka untuk melindungi diri sendiri dan orang lain.
“Di tempat-tempat seperti THM, kita harus melakukan pendekatan yang persuasif. Kita sampaikan informasi lengkap mengenai HIV/AIDS, mulai dari cara pencegahan, pengobatan, hingga bahayanya,” jelasnya.
Novel juga menekankan pentingnya sosialisasi tentang HIV/AIDS di berbagai komunitas, termasuk di sektor-sektor seperti pertambangan dan perkebunan, yang merupakan industri utama di Kutim. Sosialisasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya pencegahan dan pengobatan HIV/AIDS.
“Saat mereka menjalani pemeriksaan medis, seharusnya dilakukan deteksi dini terhadap HIV/AIDS,” tambah Novel.
Namun, penerapan pemeriksaan medis HIV/AIDS sebagai syarat kerja di perusahaan masih menjadi perdebatan. Beberapa pihak menilai langkah tersebut bertentangan dengan peraturan Menteri Tenaga Kerja, sementara kalangan praktisi kesehatan melihat pentingnya deteksi dini sebagai langkah pencegahan yang efektif.
“Masalah ini masih menjadi perdebatan, terutama antara peraturan Menteri Tenaga Kerja dan pendapat dari praktisi kesehatan, termasuk dari perhimpunan dokter yang langsung terkait dengan HIV,” ujarnya.
Novel berharap, setelah Raperda ini disahkan menjadi Perda, aturan tersebut akan menjadi acuan yang kuat dalam pencegahan penyebaran HIV/AIDS di Kutim. Selain itu, Perda ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi para pemangku kepentingan dalam melakukan upaya pencegahan yang lebih efektif.
“Dengan adanya Perda ini, kita berharap pencegahan penyebaran HIV/AIDS bisa lebih terstruktur dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat,” pungkasnya. (Adv)